Mereka yang Beruntung di 10 Hari Pertama Bulan Dzul-hijjah

Dr. Fahd bin Ali Ath-Thawil

Sebentar lagi akan tiba di hadapan kita sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Di sisi Allah, ia memiliki kedudukan yang tinggi. Pahala di dalamnya dilipatgandakan. Dengan bersandar kepada hadits, banyak ulama yang menyatakan bahwa ia merupakan hari-hari yang paling afdhal sepanjang tahun. Bahkan lebih afdhal dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, kecuali Lailatul Qadr.

Oleh karena itu, Allah bersumpah dengannya melalui firman-Nya: “Demi waktu fajar dan demi hari yang sepuluh.” (Al-Fajr: 1-2). Berkenaan dengan keutamaannya yang agung ini, Rasulullah saw bersabda: “Tiada hari-hari di mana amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah ketimbang hari-hari yang sepuluh (dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab: “Ya. Bahkan mengalahkan keutamaan jihad di jalan Allah. Kecuali seseorang yang keluar untuk berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian ia tidak lagi kembali (mati syahid).” Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shalih-nya.

Oleh karena itu, kita perlu diingatkan kembali akan berbagai keutamaan akan sepuluh hari ini serta menambah spirit kebangkitan di dalam hati kita. Harapan kita adalah dapat bergegas mengerjakan amal shalih sehingga kita dapat menempuh jalan para hamba Allah yang shalih, terpilih dan nan bersih.

Namun ada pertanyaan penting di sini: Bagaimana kita dapat memanfaatkan sepuluh hari ini sebagaimana yang diharapkan oleh masing-masing dari kita? Jawabannya: Pintu-pintu amal shalih itu sangat banyak. Tidak terhitung. Kita harus dapat mengambil apa saja yang kita mampu menjalaninya, sehingga tidak ada yang berlalu dari waktu-waktu yang ada kecuali diiringi dengan kebaikan, dzikir dan ketaatan.

Namun dari aspek lain, lebih afdhal jika masing-masing dari kita dapat menemukan berbagai bentuk ketaatan tertentu agar menjadi target dan sasaran baginya sehingga lebih banyak lagi taqarrubnya kepada Allah Ta’ala. Sehingga dengan ini ia dapat meraih rahmat Allah dan keridhaan-Nya serta mendapat kemuliaan dari Allah dengan setinggi-tinggi derajat di surga-Nya.

Sebab, kebanyakan kaum muslimin alhamdu lillah sudah memiliki niat baik serta tekad untuk memanfaatkan sepuluh hari ini atau pun musim-musim lainnya.

Akan tetapi, karena kebanyakan dari mereka tidak mendefinisikan secara pasti apa yang dikehendaki, serta tidak bersungguh-sungguh untuk menjalankan apa yang sudah ia niatkan, maka akhirnya ia kehilangan sepuluh hari ini pada umumnya. Ia tidak dapat memberdayakan waktunya yang sebenarnya hanya sedikit, padahal sangat berharga, dalam bentuk seperti yang diharapkan.

Bertolak dari sini, bagaimana pendapat kalian jika kita tentukan beberapa bentuk ketaatan dan kita bertekad untuk menjalankannya? Agar hal itu menjadi medan bagi kita untuk berlomba menuju Allah serta menjadi neraca untuk mengetahui sejauhmana kita dapat memanfaatkan kesempatan sepuluh hari ini. Sekaligus juga menjadi bukti cinta dan kejujuran kita kepada Rabb Azza wa Jalla serta menjadi perwujudan nyata akan ketulusan niat kita.

Sebagai contoh:

  1. Selalu menjaga shalat lima waktu tepat waktu, dan ditunaikan di masjid bagi laki-laki. Bahkan selalu berusaha mendapati takbiratul ihram-nya imam.
  2. Berpuasa sembilan hari, atau sebagian besarnya, khususnya puasa hari Arafah.
  3. Memperbanyak bacaan Al-Quran Al-Karim. Setidaknya dalam sepuluh hari itu khatam sekali.
  4. Harus ada sedekah harian, walau hanya dua ribu rupiah setiap harinya dengan niat yang tulus.
  5. Memperbanyak istighfar. Misalnya tidak kurang dari 1000 kali setiap harinya.
  6. Kita basahi lidah kita dengan dzikir. Seperti dengan kalimat:

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Dan:

سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ

  1. Bertahlil dengan kalimat:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Sebanyak 100 kali setiap harinya.

Ini sekedar contoh. Tentu saja dengan tetap selalu menjaga berbagai bentuk ibadah harian seperti yang kita ketahui bersama. Seperti dzikir pagi dan petang, sunnah-sunnah rawatib, shalat dhuha, shalat witir dan lain-lain.

Terakhir, hendaklah Anda wahai muslim dan muslimah termasuk orang-orang yang mendapatkan taufik, yang mendapatkan pertolongan dari Allah Ta’ala untuk dapat memanfaatkan umur dan setiap hembusan nafas kita seluruhnya untuk ketaatan dan kebaikan. Terlebih dalam musim di mana pahala amalan itu dilipatgandakan. Waspadalah, jangan sampai menjadi orang yang hanya mengetahui keutamaan saja tanpa mau berlomba dengan yang lain untuk mendapatkan bagian yang lebih banyak. Sebab, hal itu sungguh merupakan keterhalangan yang nyata serta kerugian yang menyedihkan sekaligus tidak terhormat.