Perlu Tahu, Dua Rahmat Allah yang Berkelanjutan dan Terputus

www.masjidalfalah.or.id- Rahmat Allah subhanahu wa ta‘ala adalah bentuk kasih sayang Allah sebagai Sang Pencipta (Khaliq) kepada yang ciptaan-Nya (makhluk). Namun, rahmat tersebut ada yang bersifat berkelanjutan dan ada yang terputus. Apa sajakah itu?

Allah subhanahu wa ta‘ala pun menegaskan begitu luas rahmat-Nya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk dikatakan kepada orang-orang Yahudi yang berdusta.

فَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ رَبُّكُمْ ذُو رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُهُ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ

Maka, jika mereka mendustakan kamu, katakanlah, ‘Tuhanmu mempunyai rahmat yang luas dan siksa-Nya tak dapat dielakkan bagi orang-orang yang berbuat dosa.” (QS. Al-An‘am: 147)

Sifat luas akan rahmat tersebut terbentang bagi seluruh makhluk, terlebih bagi manusia. Manusia merupakan sebaik-baik makhluk ciptaan Allah, yang memiliki keistimewaan berupa akal sebagai penimbang dalam melangkah kepada yang bajik ataukah batil.

Rahmat Allah bagi manusia berupa rezeki dan kemaslahatan hidup di dalam dunia, seluruhnya mendapatkan rahmat-Nya, tak terkecuali bagi orang-orang yang tidak beriman kepada-Nya. Hanya saja, dari sekian rahmat-Nya, ada yang bersifat terputus dan ada pula yang berkelanjutan.

Muhammad Ali ash-Shabuni dalam kitab Shafwatut Tafaasir, dikutipHarian Republika, memaparkan dua kata akan sifat rahmat Allah dalam surat Al-Fatihah, yakni ar-Rahman dan ar-Rahiim.

Ar-Rahman yang berarti zat yang memiliki rahmat yang agung yang bisa saja terputus sedangkan ar-Rahiim bermakna zat yang memiliki rahmat yang kekal selamanya dan berkelanjutan.

Khattabi menambahkan, ar-Rahman yakni zat yang memiliki rahmat yang luas yang terbentang bagi seluruh makhluk dalam hal rezeki dan kemaslahatan hidup mereka dan kata ini mencakup seluruh umat, baik mukmin maupun kafir. Sedangkan, ar-Rahiim hanya spesifik untuk umat mukmin semata.

رَحِيمًا هُوَ ٱلَّذِى يُصَلِّى عَلَيْكُمْ وَمَلَٰٓئِكَتُهُۥ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ ۚ وَكَانَ بِٱلْمُؤْمِنِينَ

Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”(QS. Al-Ahzab: 43)

Sifat rahmat Allah yang lain adalah dekat. Kedekatan di sini memiliki hukum kausalitas, yakni yang mendekati akan didekati. Allah mendekati siapa pun yang mendekati-Nya. Jarak tempuh kita dalam mendekati Allah memengaruhi jarak tempuh Allah mendekati kita.

Saat kita mendekati-Nya sejengkal, Allah akan membalas dengan sehasta. Saat kita mendekati-Nya sehasta, Allah mendekati kita sedepa, dan seterusnya.

Mendekati rahmat Allah subhanahu wa ta‘ala tergolong mudah, cukup dengan menebar kebaikan bagi orang lain, kita sudah mampu menggapai rahmat-Nya yang bersifat dekat. Kebaikan adalah wujud manifestasi keimanan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Keduanya harus berjalan selaras karena apatah arti keimanan yang kuat tanpa kita imbangi dengan kebaikan, begitu juga kebaikan tanpa keimanan, akan bersifat sia-sia.

Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman: إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Sesungguhnya rahmat Allah dekat dengan orang-orang senantiasa berbuat baik.” (QS. al-A’raf: 56)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga mempertegas dalam haditsnya, “Sayangilah siapa pun yang ada di bumi maka akan menyayangimu zat yang ada di langit.” (nin)