www.masjidalfalah.or.id- Salat istikharah sering dilakukan untuk mengkomunikasikan pilihan seseorang kepada Allah subhanahu wa ta‘ala karena Allah lah Yang Mahatahu. Meski demikian, KH. Syamsul Yakin, pengasuh Ponpes Darul Akhyar Depok menyampaikan bahwa selama ini banyak salah paham tentang salat ini. Ia mengatakan, salat istikharah bukan meminta Allah memilihkan pilihan-pilihan yang sudah ada.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian hendak melakukan sesuatu (yang membingungkan), maka lakukanlah salat (sunah) dua rakaat.” (HR. Bukhari). Maksudnya adalah salat Istikharah. Untuk memantapkan pilihan, maka hendaklah sesudah salat diakhiri dengan berdoa.
Namun, sebelum salat dan berdoa, Dr. KH. Syamsul Yakin MA Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar, Parungbingung, Depok menjelaskan, hendaklah seseorang menetapkan dalam hati pilihannya. Bukan membayangkan kedua pilihan tersebut di dalam salat sambil meminta Allah untuk memutuskannya, apalagi berharap bermimpi Allah memberikan alternatif dari dua pilihan yang membingungkan.
“Cara pandang seperti ini berlebihan,” ujarnya.
Seusai salat, seseorang harus memantapkan hati, pikiran, dan perbuatan untuk menjalani pilihan yang dipilihnya. Apabila yang dipilihnya itu sesuai dengan yang dikehendaki Allah subhanahu wa ta‘ala, maka segalanya akan dimudahkan. Ada saja jalan keluar yang selama ini membuat bingung, termasuk muncul kemantapan hati yang bertambah-tambah, “Inilah pahala salat Istikharah,” jelas KH. Syamsul Yakin.
Jadi, lanjut KH. Syamsul Yakin, salat Istikharah adalah salat yang dilakukan untuk mengkomunikasikan pilihan seseorang kepada Allah. Allah Yang Mahatahu tentang kedua pilihan tersebut. Apabila pilihan seorang hamba keliru, maka Allah akan “menghalangi-halangi” langkahnya. Tidak memberikan kemudahan, bahkan yang direncanakan akan gagal total.
Dalam kondisi seperti ini, seorang mukmin harus segera membaca firman Allah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS. Al-Baqarah: 216). Untuk itu, KH. Syamsul Yakin menyarankan mengulangi pilihan, salat, dan kembali berdoa.
Sebagaimana memohon pertolongan dalam hal apa saja, salat istikharah juga meniscayakan pelakunya untuk bersabar. Allah subhanahu wa ta‘ala berseru, “Carilah pertolongan (dari Allah) dengan cara bersabar dan salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang merendahkan diri (kepada Allah),” (QS. Al-Baqarah: 45).
Istikharah Berbuah Pahala Sabar
Karenanya, salat Istikharah, dijelaskan KH. Syamsul Yakin, juga berbuah pahala sabar, “Bukan hanya dimantapkan pilihan dan diberikan kemudahan semata. Sabar bisa dimaknai bahwa frekuensi melakukan salat istikharah bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Bukan hanya dua rakaat, tapi lebih dari itu. Dalam sejarah, kaum muslim dididik oleh Rasulullah bersendikan akal, bukan khayal,” paparnya, mengutip Republika.
Secara teologi-transformatif, anjuran salat Istikharah ini dapat dilakukan tidak saja untuk memecah kebuntuan masalah individual, tapi juga masalah komunal. Alangkah indahnya apabila masalah ekonomi, sosial, politik, budaya diputuskan melalui mekanisme salat Istikharah. Idealnya, masalah apapun di negeri ini dikomunikasikan kepada Allah.
Inilah janji Allah subhanahu wa ta’ala, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya,” (QS. Al-A’raf: 96).
“Bangsa yang beriman dan bertakwa adalah yang kerap beristikharah,” tegas KH. Syamsul Yakin.
Kian tinggi apresiasi suatu bangsa terhadap ajaran agama, lanjutnya, maka kian erat hubungan antara pemerintah dan rakyat. Prakondisi ini menjadi modal besar untuk membangun negara-bangsa yang kuat. Apalagi, kalau salat Istikharah dijadikan sebagai mekanisme menentukan berbagai persoalan berbangsa yang penting dan mendesak. (nin)